BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Platyhelminthes adalah cacing daun yang umumnya
bertubuh pipih. Cacing ini merupakan yang paling sederhana diantara semua hewan
simetris bilateral. Platyhelminthes memiliki tubuh padat, lunak, dan epidermis
bersilia. Cacing pipih merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga
tubuh (acoelomata). Sebagian besar cacing pipih, seperti cacing isap dan cacing
pita adalah parasit. Namun, banyak yang hidup bebas yang habitatnya di air
tawar dan air laut, khususnya di pantai berbatu dan terumbu.
Filum ini terdiri atas 9000 spesies. Pemberian nama
pada organisme ini adalah sangat cepat. Sejumlah besar hewan ini berbentuk
hampir menyerupai pita. Hewan ini simetris bilateral dengan sisi kiri dan
kanan, permukaan dorsal dan ventral dan juga anterior dan posterior. Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan
silia yang hilang setelah dewasa. Hewan ini mempunyai alat pengisap yang
mungkin disertai dengan kait untuk menempel. Cacing pipih belum mempunyai
sistem peredaran darah dan sistem pernafasan. Sedangkan sistem pencernaannya
tidak sempurna, tanpa anus. Platyhelminthes terbagi dalam 3 kelas, yaitu Kelas
Turbellaria, Kelas Trematoda dan kelas Cestoda. Untuk lebih mengetahui lebih
jauh mengenai hewan-hewan dalam kelas ini, maka akan di bahas dalam bab II.
B. Tujuan
Masalah
Adapun
tujuan dari makalah yang terkait dengan Platyhelminthes adalah:
1.
Untuk mengetahui karakteristiknya
2.
Untuk mengetahui struktur tubuh Platyhelminthes
3.
Dapat mengetahui klasifikasi dari
Platyhelminthes
4.
Dapat mengetahui bagaimana siklus
hidup dari Platyhelminthes
5.
Dapat mengetahu peranan
Platyhelminthes dalam kehidupan
BAB II
PEMBAHASAN
Firman Allah
SWT dalam Surat An-Nuur ayat 45:
Artinya:
“Dan Allah Telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari
hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua
kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan
apa yang dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
A. Karakteristik
Platyhelminthes berasal dari Bahasa Yunani, dari kata
Platy = pipih dan helminthes = cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih. Filum
Platyhelminthes terdiri dari sekitar 13,000 species, terbagi menjadi tiga
kelas; dua yang bersifat parasit dan satu hidup bebas. Planaria dan kerabatnya
dikelompokkan sebagai kelas Turbellaria. Cacing hati adalah parasit eksternal
atau internal dari Kelas Trematoda. Cacing pita adalah parasit internal dari
kelas Cestoda. Umumnya, golongan
cacing pipih hidup di sungai, danau, laut, atau sebagai parasit di dalam tubuh organisme lain.
Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan tempat-tempat
yang lembab, sedangkan Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh
inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
Cacing golongan ini sangat sensitif terhadap cahaya. Beberapa contoh Platyhelminthes adalah Planaria yang sering ditemukan di balik batuan (panjang 2-3
cm), Bipalium yang hidup di balik lumut lembab (panjang mencapai 60
cm), Clonorchis sinensis, cacing hati, dan cacing pita.
B. Struktur Tubuh
Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh (selom)
sehingga disebut hewan aselomata.Tubuh pipih dorsoventral, tidak berbuku-buku,
simetri bilateral, serta dapat dibedakan antara ujung anterior dan posterior.
Lapisan tubuh tersusun dari 3 lapis (triploblastik aselomata) yaitu ektoderm
yang akan berkembang menjadi kulit, mesoderm yang akan berkembang menjadi otot
– otot dan beberapa organ tubuh dan endoderm yang akan berkembang menjadi alat
pencernaan makanan.
Sistem respirasi Platyhelminthes melalui permukaan
tubuhnya. Sistem pencernaan terdiri dari mulut, faring, dan usus (tanpa anus), usus
bercabang-cabang ke seluruh tubuhnya. Platyhelminthes tidak memiliki sistem
peredaran darah (sirkulasi) dan alat ekskresinya berupa sel-sel api. Kelompok
Platyhelminthes tertentu memiliki sistem saraf tangga tali. Sistem saraf tangga
tali terdiri dari sepasang simpul saraf (ganglia) dengan sepasang tali saraf
yang memanjang dan bercabang-cabang melintang seperti tangga.Organ reproduksi
jantan (testis) dan organ betina (Ovarium). Cacing
pipih dapat bereproduksi secara aseksual
dengan membelah diri dan secara seksual
dengan perkawinan silang, platyhelminthes terdapat dalam satu individu
sehingga disebut hewan hermafrodit.
C. Klasifikasi
Filum Platyhelminthes terbagi menjadi
tiga kelas, yaitu:
Ø
Turbellaria (berambut getar)
Contoh: Planaria
sp
Ø
Trematoda (cacing hisap)
Contoh: Fasciola hepatica (cacing hati)
Ø
Cestoda (cacing pita)
Contoh: Taenia solium, Taenia saginata
1.
Turbellaria (cacing berambut getar)
Keberadaan: 4000+ spesies di seluruh dunia; hidup di
batu dan permukaan sedimen di air, di tanah basah, dan di bawah batang kayu. Hampir
semua Turbellaria hidup bebas (bukan parasit) dan sebagian besar adalah hewan
laut.
Kebanyakan turbellaria berwarna bening, hitam, atau
abu-abu. Namun, beberapa spesies laut, khususnya di turumbu karang, memiliki
corak warna lebih cerah. Panjang mulai kurang dari 1 mm hingga 50 cm. Spesies
terbesar bertubuh seperti kertas.
Planaria sp
Cacing ini dipakai sebagai contoh yang mewakili
anggota kelas Turbellaria pada umumnya. Anggota genus Dugesia, yang umumnya dikenal sebagai Planaria, berlimpah dalam kolam
dan aliran sungai yang tidak terpolusi. Planaria mempunyai kebiasaan berlindung
di tempat-tempat yang teduh, misalnya di balik batu-batuan, di bawah daun yang
jatuh ke dalam air. Bentuk tubuh anggota ini adalah pipih dorsoventral, dengan
bagian kepala yang berbentuk seperti segitiga, sedangkan bagian ekornya
berbentuk meruncing yang panjang tubuh sekitar 5-25 mm. Planaria memangsa hewan
yang lebih kecil atau memakan hewan-hewan yang sudah mati. Planaria dan cacing
pipih lainnya tidak memiliki organ yang khusus untuk pertukaran gas dan
sirkulasi. Bentuk tubuhnya yang pipih itu menempatkan semua sel-sel berdekatan
dengan air sekitarnya, dan percabangan halus rongga gastrovaskuler mengedarkan
makanan ke seluruh hewan tersebut.
Sistem saluran pencernaan makanan terdiri dari mulut,
faring, oesofagus, dan usus. Mulut, terletak di bagian ventral dari tubuh,
yaitu kira-kira dekat dengan pertengahan agak ke arah ekor. Lubang mulut ini
dilanjutkan oleh kantung yang bentuknya silindris memanjang yang disebut rongga
mulut (Faring). Oesofagus merupakan persambungan daripada faring yang langsung
bermuara kedalam usus; ususnya bercabang tiga, yaitu menuju ke arah anterior,
sedang yang dua lagi sejajar menuju ke arah posterior.
Seperti halnya hewan tingkat rendah lainnya, Planaria
juga belum mempunyai alat pernafasan yang khusus. Pengambilan O2 maupun
pengeluaran CO2 secara osmosis langsung melalui seluruh permukaan
tubuh.
Sistem ekskresi terdiri dari 2 tabung ekskresi
longitudinal yang mulai dari sel-sel nyala (flame cells) yang di bagian
anteriornya berhubungan silang. Seluruh sistem ini terbuka ke luar melalui
porus ekskretorius. Flame cells atau sel-sel api berfungsi sebagai alat
ekskresi yang membuang zat-zat sampah yang merupakan sisa-sisa metabolisme dan
juga sebagai alat osmoregulasi dalam arti ikut membantu mengeluarkan
ekses-ekses penumpukan air di dalam tubuh, sehingga nilai osmosis tubuh tetap
dapat dipertahankan seperti ukuran normal.
Sistem saraf terdiri dari 2 batang saraf yang membujur
memanjang, yang di bagian anteriornya berhubungan silang, dan 2 ganglion
anterior yang terletak dekat di bawah mata. Ganglion berfungsi sebagai otak
dalam arti bertindak sebagai pusat susunan saraf serta mengkoordinir
aktivitas-aktivitas anggota tubuh. Seonggok ganglion tersebut letaknya di
bagian kepala persis di bawah lapisan epidermis agak di sebelah bintik mata.
Ganglion ini karena terletak di bagian kepala dan berfungsi sebagai otak maka
biasa disebut ganglion kepala atau ganglion cerebral. Dari ganglin cerebral ini
keluarlah cabang-cabang urat saraf secara radier menuju ke arah lateral,
anterior, dan pasterior. Cabang anterior menuju ke bagian bintik mata, cabang
lateral menuju ke alat indera cemoreseptor, sedangkan cabang posterior ada satu
pasang kanan kiri yang saling bersejajar yang membentang di bagian ventral
tubuh yang disebut tali saraf.
Planaria sudah mempunyai alat indera yang berupa
bintik mata, dan indera aurikel, yang kedua-duanya terletak di bagian kepala.
Bintik mata merupakan titik hitam yang terletak di bagian dorsal daripada
bagian kepala. Masing-masing bintik mata terdiri dari sel-sel pigmen yang
tersusun dalam bentuk mangkok yang dilengkapi dengan sel-sel saraf sensorik
yang sangat sensitif terhadap sinar. Bintik mata itu sekedar dapat membedakan
gelap dan terang saja.
Planaria bersifat hermafrodit, terdapat alat kelamin
jantan dan betina. Alat kelamin jantan terdiri dari:
1.
Testis, yang
berjumlah ratusan, berbentuk bulat tersebar di sepanjang sisi tubuh keduanya.
2.
Vasa
eferensia, yang merupakan pembuluh yang menghubungkan testis
dengan bagian pembuluh lainnya.
3.
Vasa
deferensia, merupakan pembuluh berjumlah dua buah yang masing-masing
membentang di setiap sisi tubuh yang kedua-duanya saling bertemu dan bermuara
ke dalam suatu kantung yang disebut vesiculus seminalis.
4.
Vesiculus
seminalis, berfungsi untuk menampung sperma dan menyalurkan
sperma menuju ke penis.
5.
Penis, yang merupakan
alat pentransfer ke tubuh waktu mengadakan kopulasi pada perkawinan silang.
Sistem alat
kelamin betina terdiri dari atas bagian-bagian seperti berikut:
1.
Ovari, berjumlah
dua buah, berbentuk bulat terletak di bagian anterior tubuh.
2.
Oviduct, dari setiap
ovarium akan membentang ke arah posterior sebuah saluran yang disebut oviduct
(saluran telur). Antara saluran telur kanan dan kiri saling bersejajar yang
masing-masing dilengkapi dengan kelenjar yang menghasilkan kuning telur.
3.
Kelenjar
kuning telur, menghasilkan kuning telur yang akan disediakan bagi
sel telur bila telah diproduksi oleh ovarium.
4.
Vagina, merupakan
suatu aliran yang berfungsi untuk menerima transfer spermatozoid dari cacing
planaria lain.
5.
Uterus, merupakan
ruangan yang bentuknya menggelembung yang berfungsi untuk menyimpan
spermatozoid. Uterus juga biasa disebut receptaculus
seminalis.
6.
Genital
atrium (ruang genitalis) yaitu muara antara kedua buah
saluran telur.
Planaria
berkembang biak dengan cara seksual maupun aseksual. Planaria akan
menghindarkan diri bila terkena sinar yang kuat, oleh karena itu pada siang
hari cacing itu melindungkan diri di bawah naungan batu-batu atau daun atau di
bawah objek yang lain. Pada waktu istirahat biasanya Planaria melekatkanatau
menempelkan diri pada suatu objek dengan bantuan zat lendir yang dihasilkan
oleh kelenjar-kelenjar lendir. Planaria melakukan dua macam gerak, yaitu gerak
merayap dan meluncur.
2.
Trematoda (cacing hisap)
Keberadaan: 12000 spesies di seluruh dunia; hidup di
dalam atau pada tubuh hewan lain. Semua cacing hisap adalah parasit, berbentuk
silinder atau seperti daun. Panjang berkisar 1 cm hingga 6 cm. Cacing ini memiliki
penghisap untuk menempelkan diri ke organ internal atau permukaan luar
inangnya, dan semacam kulit keras yang membantu melindungi parasit itu. Organ
reproduksinya mengisi hampir keseluruhan bagian interior cacing hisap.
Sebagai
suatu kelompok, cacing trematoda memparasiti banyak sekali jenis inang, dan
sebagian besar spesies memiliki siklus hidup yang kompleks dengan adanya pergiliran
tahap seksual dan aseksual. Banyak trematoda memerlukan suatu inang perantara
atau intermediet tempat larva akan berkembang sebelum menginfeksi inang
terakhirnya (umumnya vertebrata), tempat cacing dewasa hidup. Sebagai contoh,
trematoda yang memparasati manusia menghabiskan sebagian dari sejarah hidupnya
di dalam bekicot.
Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati,
usus, paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah vertebrata. Trematoda berlindung di
dalam tubuh inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula dan
permukaan tubuhnya tidak memiliki silia.
Trematoda
tidak mempunyai rongga badan dan semua organ berada di dalam jaringan parenkim.
Tubuh biasanya pipih dorsoventral, dan biasanya tidak bersegmen dan seperti
daun. Mereka mempunyai dua alat penghisap, satu mengelilingi mulut dan yang
lain berada di dekat pertengahan tubuh atau pada ujung posterior. Alat
penghisap yang kedua disebut asetabulum karena
bentuknya mirip dengan mangkuk cuka.
Dinding
luar atau tegumen trematoda adalah kutikula yang kadang2 mengandung duri atau
sisik.
Sistem
pencernaan makanan sangat sederhana. Terdapat mulut pada ujung anterior, yang
dikelilingi oleh sebuah alat penghisap. Makanan dari mulut melalui farings yang
berotot ke esofagus dan kemudian ke usus, yang terbagi menjadi dua sekum yang
buntu. Sekum ini kadang2 bercabang, dan percabangan ini kadang-kadang sedikit
rumit. Kebanyakan trematoda tidak mempunyai anus, dengan demikian sisa bahan
makanan harus diregurgitasikan.
Sistem
saraf adalah sederhana. Cincin dari serabut saraf dan ganglia mengelilingi
esofagus, dan dari sini saraf berjalan ke depan dan belakang. Biasanya,
sebatang saraf berjalan kebelakang pada setiap sisi, dan saraf-saraf bertolak
dari sini menuju ke berbagai organ.
Trematoda
tidak mempunyai sistem peredaran darah. Sistem ekskresi tersusun dari sebuah
kandung kemih posterior. Sebuah sistem percabangan dari tabung pengumpul yang
masuk ke dalam kandung kemih, dan sebuah sistem sel-sel ekskresi yang terbuka
ke dalam saluran pengumpul tersebut. Tidak terdapat organ ekskresi yang
terlepas, sel-sel ekskresi ditempatkan secara strategis di seluruh tubuh. Sel
ekskresi terdiri dari sebuah sitoplasma basal yang berisi inti dan sebuah
vakuola berisi seberkas silia ynag terbuka secara tetap ke dalam saluran
pengumpul.
Sistem
reproduksinya kompleks. Sebagian besar dari trematoda adalah hermafrodit,
mempunyai organ jantan dan betina. Tetapi pembuahan silang merupakan hal yang
biasa, dan pembuahan sendiri tidak umum. Pembuahan biasanya uterus, sperma
melewati sirus dari satu cacing ke uterus cacing lain.
Siklus Hidup
Trematoda
a.
Clonorchis sp (cacing
hati pada manusia)
Zygot Larva
Myrasidium Sporosit Redia Sercaria
Metacercaria Cacing dewasa.
Keterangan:
1.
Telur dilepaskan bersamaan
dengan kotoran dari penderita
2.
Telur akan berkembang menjadi
larva mirasidium dan masuk ke inang perantara 1, biasanya adalah siput
3.
Di tubuh siput, larva
myrasidium akan bermetamorfosis menjadi
sporosit
4.
Sporosit ini mengandung banyak
kantung embrio, yang akan tumbuh menjadi Redia
5.
Redia akan tumbuh dan
mengandung embrio yang akan berkembang menjadi Sercaria
6.
Sercaria yang dihasilkan akan
berpindah menempel pada tumbuhan air membentuk kista metasercaria
7.
Tumbuhan yang mengandung kista
di makan oleh domba, maka kista akan berkembang menjadi cacing hati dewasa.
b.
Fasciola
hepatica (cacing hati pada domba)
Zygot Larva
Myrasidium Sporosit Redia Sercaria
Metacercaria Cacing dewasa.
Keterangan:
1.
Telur dilepaskan bersamaan
dengan kotoran dari penderita
2.
Telur akan berkembang menjadi
larva mirasidium dan masuk ke inang perantara 1, biasanya adalah siput
3.
Di tubuh siput, larva
myrasidium akan bermetamorfosis menjadi
sporosit
4.
Sporosit ini mengandung banyak
kantung embrio, yang akan tumbuh menjadi Redia
5.
Redia akan tumbuh dan
mengandung embrio yang akan berkembang menjadi Sercaria
6.
Sercaria yang dihasilkan akan
berpindah menempel pada tumbuhan air membentuk kista metasercaria.
7.
Tumbuhan yang mengandung kista
di makan oleh domba, maka kista akan berkembang menjadi cacing hati dewasa
3.
Cestoda (cacing pita)
Keberadaannya: 3500 spesies di seluruh dunia; hidup
sebagai parasit dalam tubuh hewan. Contoh cacing pita adalah Taenia solium dan Taenia saginata yang parasit pada orang. Taenia terdiri dari sebuah kepala bulat yang disebut scolex, sejumlah ruas, yang sama disebut
disebut proglotid. Pada kepala terdapat
alat hisap dan jenis Taenia solium mempunyai
kait (rostellum) yang sangat tajam yang mengunci cacing itu ke lapisan
intestinal inang. Di belakang scolex terdapat leher kecil yang selalu tumbuh
yang akan menghasilkan proglotid baru yang mula-mula kecil tumbuh menjadi
besar. Panjang tubuh cacing pita mencapai 2 m. Setiap proglotid mengandung
organ kelamin jantan (testis) dan organ kelamin betina (ovarium).Tiap proglotid
dapat terjadi fertilisasi sendiri. Proglotid yang dibuahi terdapat di bagian
posterior tubuh cacing. Proglotid dapat melepaskan diri (strobilasi) dan keluar
dari tubuh inang utama bersama dengan tinja dengan membawa ribuan telur. Jika
termakan hewan lain, telur akan berkembang dan memulai siklus hidup barunya.
Cacing pita tidak memiliki saluran pencernaan. Cacing pita menyerap makanan
yang telah dicerna terlebih dahulu oleh inang.
Cestoda bersifat parasit karena menyerap sari makan
dari usus halus inangnya. Sari makanan diserap langsung oleh seluruh permukaan
tubuhnya karena cacing ini tidak memiliki mulut dan pencernaan (usus). Manusia
dapat terinfeksi Cestoda saat memakan daging hewan yang dimasak tidak sempurna.
Inang perantara Cestoda adalah sapi pada Taenia saginata dan babi pada taenia
solium.
Cacing pita tidak mempunyai saluran pencernaan dan
sitem peredaran darah. Makanan langsung melalui dinding tubuh. Sistem ekskresi
yaitu berupa sel api.
Sistem saraf
tersusun dari beberapa ganglion pada skoleks, dengan komisura melintang
diantaranya. Dan tiga batang saraf longitudinal setiap sisil tubuh (sebuah
batang besar disebelah lateral dan yang kecil disebelah ventral), satu ganglion
kecil disetiap segmen pada masing-masing dari enam batang tersebut, dan
komisura pada setiap segmen menghubungkan ganglion-ganglion ini.
Cestoda adalah hermafrodit, yang mempunyai organ
jantan dan betina. Organ jantan terdiri dari testis (menghasilkan spermatozoa),
vas deferen, seminal vesicle, penis, dan lubang kelamin. Sedangkan organ
bertina terdiri dari ovarium, oviduk, seminal uterus, vagina, dan lubang
kelamin.
Siklus Hidup
Taenia sp
Larva, yang dilengkapi dengan scolex akan berkembang menjadi kista pada jaringan tubuh inang, misal pada otot. Manusia yang memakan daging yang terinfeksi, akan
menyebabkan kista berkembang menjadi cacing pita dewasa Cacing pita dewasa terdiri dari scolex dan
proglotid.Proglotid pada bagian ujung mengandung telur yang telah dibuahi yang
siap dikeluarkan bersama feses untuk menginfeksi kembali Di dalam telur yang
telah dibuahi, embrio berkembang menjadi larva. Sapi mungkin akan memakan telur
bersama rumput dan akan menjadi inang sementara bagi cacing pita.
D. Peranan
Platyhelminthes Dalam Kehidupan
Adapun
peranan Platyhelminthes dalam kehidupan adalah sebagai berikut:
1.
Planaria menjadi salah satu makanan bagi
organisme lain.
2.
Cacing hati maupun
cacing pita merupakan parasit pada manusia
a.
Schistosoma sp, dapat
menyebabkan skistosomiasis,
penyakit parasit yang ditularkan melalui siput air tawar pada manusia. Apabila
cacing tersebut berkembang di tubuh manusia, dapat terjadi kerusakan jaringan
dan organ seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal
manusia.Kerusakan tersebut disebabkan perkembangbiakan cacing Schistosoma
di dalam tubuh.
b.
Clonorchis sinensis
yang menyebabkan infeksi
cacing hati pada manusia dan hewan mamalia
lainnya, spesies ini dapat menghisap darah manusia.
c. Paragonimus sp,
parasit pada paru-paru manusia. dapat menyebabkan gejala gangguan pernafasan yaitu sesak
bila bernafas, batuk kronis, dahak/sputum becampur darah yang berwarna coklat
(ada telur cacing).
d.
Fasciolisis sp, parasit
di dalam saluran pencernaan. Terjadinya radang di
daerah gigitan, menyebabkan hipersekresi dari lapisan mukosa usus sehingga
menyebabkan hambatan makanan yang lewat. Sebagai akibatnya adalah ulserasi,
haemoragik dan absces pada dinding usus. Terjadi gejala diaree kronis.
e.
Taeniasis, penyakit yang disebabkan
oleh Taenia sp. Cacing ini menghisap
sari-sari makanan di usus manusia.
f.
Fascioliasis,
disebabkan oleh Fasciola hepatica. Merupakan
penyakit parasit yang menyerang semua jenis ternak. Hewan terserang ditandai
dengan nafsu makan turun, kurus, selaput lendir mata pucat dan diare.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Platyhelminthes
berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Platy = pipih dan helminthes = cacing.
Jadi berarti cacing bertubuh pipih.
2. Platyhelminthes
terbagi menjadi 3 kelas, yaitu: Turbellaria, Trematoda (cacing hisap), dan
Cestoda (cacing pita).
3. Platyhelminthes
yang hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembab,
sedangkan Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya
(endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
4. Platyhelminthes
tidak memiliki rongga tubuh (selom) sehingga disebut hewan aselomata.Tubuh
pipih dorsoventral, tidak berbuku-buku, simetri bilateral, serta dapat
dibedakan antara ujung anterior dan posterior.
5. Sistem
respirasi Platyhelminthes melalui permukaan tubuh, alat pencernaan tidak
lengkap, alat ekskresi berupa sel api, sistem saraf dengan ganglion anterior
sebagai pusat sistem saraf, reproduksi umumnya secara generatif.
6. Siklus hidup
dari Platyhelminthes parasit yang ada hubungan dengan manusia diantaranya: dari
kelas Trematoda, Clonorchis sp dan Fasciola hepatica. Dan dari kelas
Cestoda, Taenia saginata dan Taenia solium.
7. Peranan
platyhelminthes dalam kehidupan adalah: Planaria
menjadi salah satu makanan bagi organisme lain, cacing hati maupun cacing pita
merupakan parasit pada manusia.
B. Kritik
dan Saran
Tiada
kesempurnaan di dunia ini, kami sangat mengharapkan kritik maupun saran dari
makalah ini tujuannya hanyalah demi kesempurnaan. Dan semoga makalah yang telah
kami susun bermanfaat bagi kita semua, Amien.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Reece,
Mitcheli, Biologi Edisi Kelima Jilid 2, Jakarta:
Erlangga, 2003.
Djarubito,
Brotowidjoyo. M. Zoologi Dasar, Jakarta:
Erlangga, 1994.
Ensiklopedia
Hewan (Invertebrata), Jakarta: Lentera Abadi,
2008.
George H. Fried &
George J. Hademenos, Biologi Edisi Kedua,
Jakarta: Erlangga, 2006.
Jasir, Maskoeri, Sistematik Hewan, Surabaya: Sinar
Wijaya, 1984.
John, W. Kimball, Biologi Edisi Kelima Jilid 3, Jakarta:
Erlangga, 1999.
Levine, Norman. D, Parasitologi Veteriner, Yogyakarta:
gajah mada university press, 1994.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar