BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Jam
biologis merupakan suatu isolator internail yang mengikuti waktu. Jam biologis
kelihatannya merupakan citi umum organisme eukariotik, dan bukti pertama kita
mengenal irama biologis datang dari kajian-kajian pada tumbuhan.
Pembungaan, pembuahan, dan set biji merupakan
peristiwa-peristiwa penting dalam produksi tanaman. Proses-proses ini
dikendalikan baik oleh lingkungan terutama fotoperiode dan temperatur, maupun
oleh faktor-faktor genetik atau internal. Salah satu proses perkembangan yang
harus tepat waktu adalah proses pembungaan. Tumbuhan tidak bisa berbunga
terlalu cepat sebelum organ-organ penunjang lainnya siap, misalnya akar dan
daun lengkap. Sebaliknya tumbuhan tidak dapat berbunga dengan lambat, sehingga
buahnya tidak sempurna misalnya datangnya musim dingin.
Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat erat
berhubungan kehidupan tanaman, yang akan mempengaruhi proses-proses fisiologi
dalam tanaman. Semua proses fisiologi akan dipengaruhi oleh suhu dan beberapa
proses akan tergantung dari cahaya dan temperatur. Penyinaran cahaya terhadap
tanaman merupakan salah satu faktor eksternal yaitu faktor dari luar yang
mempengaruhi pembungaan. Kejadian musiman sangat penting dalam siklus kehidupan
sebagian besar tumbuhan. Perkecambahan biji, pembungaan, permulaan dan
pengakhiran dormansi tunas merupakan contoh-contoh tahapan dalam perkembangan
tumbuhan yang umumnya terjadi pada waktu spesifik dalam satu tahun. Stimulus
lingkungan yang paling sering digunakan oleh tumbuhan untuk mendeteksi waktu
dalam satu tahun adalah fotoperiode, yaitu suatu panjang relative malam dan
siang. Respons fisologis terhadap fotoperiode, seperti pembungaan, disebut
fotoperiodisme (photoperiodism).
Penemuan fotoperiodisme merangsang banyak sekali ahli
fisiologi tanaman untuk mengadakan penyelidikan tentang proses itu lebih jauh
dalam usahanya untuk menentukan mekanisme aksi. Mereka segera menemukan bahwa
istilah hari pendek dan hari panjang merupakan salah kaprah (misnomer).
Interupsi periode hari terang dengan interval kegelapan tidak mempunyai efek
mutlak pada proses pembungaan.
Faktor temperatur sangat berpengaruh terhadap tanaman,
karena umumnya temperatur mengubah atau memodifikasi respons terhadap
fotoperiode pada spesies dan varietas (Thomas dan Raper, 1982). Banyak sepesies
membutuhkan periode dingin atau temperaturnya mendekati pembekuan selama 2
sampai 6 minggu agar dapat berbunga pada waktu fotoperiode panjang pada musim
semi.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa Pengertian
Fotoperidisme ?
2.
Bagaimana
Mekanisme Fotperiodisme ?
3.
Apa pengertian
dan kerja Fitokorm ?
4.
Apa yang
dimaksud dengan Vernalisasi ?
C. Tujuan
Masalah
Adapun
tujuan masalah adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui
Fotoperiodisme pada tumbuhan.
2.
Untuk mengetahui
mekanisme dan klasifikasi tumbuhan Fotoperiodisme.
3.
Untuk mengetahui
Fitokorm pada tumbuhan.
4.
Untuk mengetahui
Vernalisasi pada tumbuhan.
A. Fotoperiodisme
1.
Definsi Fotoperiodisme
Fotoperodisme adalah respon tumbuhan terhadap
lamanya penyinaran (panjang pendeknya hari) yang dapat merangsang pembungaan.
Istilah fotoperodisme digunakan untuk fenomena dimana fase perkembangan
tumbuhan dipengaruhi oleh lama penyinaran yang diterima oleh tumbuhan tesebut.
Beberapa jenis tumbuhan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lamanya
penyinaran, terutama dengan kapan tumbuhan tersebut akan memasuki fase
generatifnya,misalnya pembungaan.
Beberapa
tumbuhan akan memasuki fase generatif (membentuk organ reproduktif) hanya jika
tumbuhan tersebut menerima penyinaran yang panjang >14 jam dalam setiap
periode sehari semalam, sebaliknya ada pula tumbuhan yang hanya akan memasuki
fase generatif jika menerima penyinaran singkat <10 Jam.
Lamanya
penyinaran juga mempengaruhi pertumbuhan. Di daerah subtropis beberapa jenis
tanaman termasuk tumbuhan hari panjang. Bunga mekar pada akhir musim panas,
yaitu setelah tumbuhan mendapat penyinaran lebih dari 12 jam. Pertumbuhan
vegetatif dan generatif suatu tumbuhan sangat dipengaruhi oleh lamanya
penyinaran. Tanggapan suatu tumbuhan terhadap panjang pendeknya hari disebut
fotoperiodisme.
2. Klasifikasi Tumbuhan
Berdasarkan
panjang hari, tumbuhan dapat dibedakan menjadi empat macam :
a.
Tumbuhan hari pendek, tumbuhan yang berbunga jika
terkena penyinaran kurang dari 12 jam sehari. Tumbuhan hari pendek contohnya
krisan, jagung, kedelai, anggrek, dan bunga matahari.
b.
Tumbuhan hari panjang, tumbuhan yang berbunga jika
terkena penyinaran lebih dari 12 jam (14 – 16 jam) sehari. Tumbuhan hari
panjang, contohnya kembang sepatu, bit gula, selada, dan tembakau.
c.
Tumbuhan hari sedang, tumbuhan yang berbunga jika
terkena penyinaran kira-kira 12 jam sehari. Tumbuhan hari sedang contohnya
kacang dan tebu.
d.
Tumbuhan hari netral, tumbuhan yang tidak responsif
terhadap panjang hari untuk pembungaannya. Tumbuhan hari netral contohnya
mentimun, padi, wortel liar, dan kapas.
Percobaan
yang dilakukan Garner dan Alard pada tahun 1920 di Amerika serikat menemukan
bahwa tembakau varietas Maryland Mammoth adalah
tumbuhan hari Pendek (short day plant), karena tumbuhan ini nyatanya memerlukan
suatu periode terang yang lebih pendek dibandingkan dengan panjang siang hari
yang kritis untuk pembungaan, pembungaannya terjadi pada musim dingin. Krisan,
poinsettia, dan beberapa varietas kacang kedelai merupakan contoh tumbuhan hari pendek yang pada umumnya
berbunga pada akhir musim panas, musim gugur, atau musim dingin. Kelompok lain
yang bergantung pada fotoperiode hanya akan berbunga ketika periode terang
lebih lama beberapa jam. Tumbuhan hari
panjang (long day plant) ini
umumnya berbunga pada akhir musim semi atau awal musim panas. Bayam, misalnya,
memerlukan panjang siang hari 14 jam ata lebih lama. Lobak, selada, iris, dan
banyak varietas sereal lain merupakan tumbuhan hari panjang. Perbungaan pada
kelompok ketiga, yaitu tumbuhan hari netral, tidak dipengaruhi oleh
fotoperiode. Tomat, padi, dan dandelion adalah contoh tumbuhan hari netral (day
neutral plant) yang berbunga ketika mereka mencapai tahapan pematangan
tertentu, tanpa memperdulikan panjang siang hari pada waktu itu.
Yang
dimaksud dengan panjang hari disini bukan panjang hari secara mutlak, tetapi
panjang hari kritis. Tumbuhan hari panjang (LDP) mungkin memiliki panjang hari kritis
lebih pendek dari tumbuhan hari pendek (SDP). Dinyatakan bahwa tumbuhan hari
panjang akan berbunga apabila memperoleh induksi penyinaran yang sama atau
lebih dari panjang harin kritisnya dan sebaliknya tumbuhan hari pendek akan
berbunga, apabila memperoleh penyinaran sama atau lebih pendek dari panjang
hari kritisnya. Sebelumnya diduga bahwa tumbuhan dirangsang perbungaannya oleh
lamanya panjang hari (day length).
Pada
tahun 1940-an peneliti menemukan bahwa sesungguhnya panjang malam atau panjang
kegelapan tanpa selingan cahaya atau niktoperiode, dan bukan panjang siang
hari, yang mengotrol perbungaan dan respons lainnya terhadap fotoperiode.
Banyak peneliti bekerja dengan Cocklebur, yaitu suatu tumbuhan hari pendek
yang berbunga hanya ketika panjang siang hari 16 jam ata lebih pendek (dan
panjangnya malam paling tidak 8 jam). Jika siang hari fotoperiode diselang
dengan pemberian kegelapan yang singkat, tidak ada pengaruh pada perbungaan.
Namun, jika bagian malam atau periode gelap dari fotoperiode disela dengan
beberapa menit penerangan cahaya redup, tumbuhan tersebut tidak akan berbunga. Coklebur memerlukan paling tidak 8 jam
kegelapan secar terus menerus supaya dapat berbunga. Tumbuhan hari pendek
sesungguhnya adalah tumbuhan malam panjang, tetapi istilah yang lebih kuno
tersebut tertanam kuat dalam jargon fisiologi tumbuhan. Tumbuhan hari panjang
sesungguhnya tumbuhan malam pendek, apabila ditanam pada fotoperiode malam
panjang yang biasanya tidak menginduksi perbungaan, tumbuhan hari panjang akan berbunga
jika periode kegelapan terus menerus diperpendek selama beberapa menit dengan
pemberian cahaya.
Dengan
demikian, respon fotoperiode tergantung pada suatu panjang malam kritis.
Tumbuhan hari pendek akan berbunga jika durasi malam hari lebih lama di banding
dengan panjang kritis (8 jam untuk cocklebur),
tumbuhan hari panjang akan berbunga ketika malam hari lebih pendek dibanding
dengan panjang malam kritis. Industri penanaman bunga telah menerapkan
pengatahuan ini untuk menghasilkan bunga diluar musimnya. Chrythemum misalnya adalah tumbuhan hari pendek yang biasanya
berbunga pada musim gugur, tetapi perbungaannya dapat ditunda sampai hari ibu
(amerika serikat, red) pada bulan mei dengan cara menyelang setiap malam
panjang dengan seberkas cahaya, yang mengubah satu malam panjang menjadi malam
pendek.
Pada
banyak spesies tumbuhan hari pendek atau tumbuhan hari panjang, perbungaan
cukup diinduksi dengan memaparkan sebuah daun tunggal terhadap fotoperiode yang
tepat. Meskipun hanya satu daun dibiarkan bertaut pada tumbuhan, fotoperiode
akan tetap terdeteksi dan tunas bunga akan diinduksi. Namun, jika semua daun
dibuang, tumbuhan akan buta terhadap fotoperiode. Transmisi meristem dari
pertumbuhan vegetatif sampai ke perbungaan. Apapun kombinasi petunjuk
lingkungan (seperti fotoperiode) dan sinyal internal (seperti hormon) yang
diperlukan untuk perbungaan, hasilnya adalah transmisi meristem tunas dari
keadaan vegetatif menjadi satu keadaan perbungaan. Transmisi ini memerlukan
perubahan ekspresi gen-gen yang mengatur pembentukan pola. Gen identitas
meristem yang menentukan bahwa tunas akan membentuk bunga terlebih dahulu dan
bukan membentuk tunas vegetatif, harus diaktifkan (di-on-kan) terlebih dahulu.
Kemudian gen identitas organ-organ bunga kelopak bunga, mahkota bunga, benang
sari dan putik diaktifkan pada daerah meristem yang tepat. Penelitian mengenai
perkembangan bunga sedang berkembang pesat, yang bertujuan untuk
mengidentifikasi jalur transduksi sinyal yang menghubungkan petunjuk-petunjuk
seperti fotoperiode dan perubahan hormonal dengan ekspresi gen yang diperlukan
untuk perbungaan.
3. Induksi Fotoperiodisme
Induksi
fotoperiodisme sangat penting dalam perbungaan atau lebih tepat disebut induksi
panjang malam kritisnya. Respon tumbuhan terhadap induksi fotoperioda sangat
bervariasi, ada tumbuhan untuk perbungaannya
cukup memperoleh induksi dari fotoperioda satu kali saja, tetapi tumbuhan lain
memerlukan induksi lebih dari satu kali. Xanthium strumarium untuk
perbungaannya memerlukan 8 x induksi fotoperioda yang harus berjalan terus menerus.
Apabila tanaman ini sebelum memperoleh induksi lengkap, mendapat gangguan atau
terputus induksi fotoperiodanya, maka tanaman itu tidak akan berbunga.
Kekurangan induksi fotoperioda tidak dapat ditambahkan demikian saja, karena
efek fotoperioda yang telah diterima sebelumnya akan menjadi hilang. Untuk
memperoleh induksi lengkap, tanaman tersebut harus mengulangnya dari awal
kembali.
Di
dalam menerima rangsangan fotoperioda ini, organ daun diketahui sebagai organ
penerima rangsangan. Ada 4 tahap yang terjadi dalam respon perbungaan terhadap
rangsangan fotoperioda, yaitu:
a.
Menerima rangsangan
b.
Transformasi dari organ penerima rangsangan
menjadi beberapa polametabolisme baru yang berkaitan dengan penyediaan bahan
untuk perbungaan
c.
Pengangkuatan hasil metabolisme
d.
Terjadinya respon pada titik tumbuh untuk menghasilkan
perbungaan.
Beberapa
percobaan dalam hubungan dengan rangsangan ini, menunjukkan bahwa apabila daun
dibuang segera setelah induksi selesai, tidak akan terjadi perbungaan,
sedangkan apabila daun dibuang setelah beberapa jam sehabis selesai induksi,
tumbuhan tersebut dapat berbunga. Rangsangan yang diterima oleh satu tumbuhan
dapat diteruskan pada tumbuhan lain yang tidak memperoleh induksi, melalui cara
tempelan (grafting) sehingga tumbuhan tersebut dapat berbunga. Hormon yang
berperan dalam perbungaan ini adalah florigen, yang masih merupakan hormon
hipotesis.
4. Mekanisme Pembungaan
Ø Efek Cahaya
Mengingat ketergantungan
tumbuhan hijau terhadap cahaya, tidaklah mengherankan jika cahaya merupakan
perangsang luar yang paling utama dalam hidup tumbuhan. Beberapa respon
tumbuhan terhadap cahaya telah disebutkan. Misalnya, respon phototropic yang
efeknya timbul melalui auksin. Respon ini akan membawa organ- organ
fotosintetik dalam posisi optimum relative terhadap datangnya cahaya. Respon
terhadap cahaya yang lain, misalnya membuka dan menutupnya sel pelindung dan
respon cahaya dalam sintesa klorofil dari tumbuhan berbunga. Kebanyakan respon
tumbuhan terhadap cahaya, adalah merupakan respon perkembangan dan tidak
mempunyai arti penting dalam metabolisme. Intensitas cahaya, qualitas cahaya,
dan panjangnya penyinaran, juga dapat menimbulkan respon perkembangan pada
tumbuhan.
1. Intensitas Cahaya
Beberapa
respon tumbuhan terhadap intensitas cahaya yang berbeda-beda adalah dilakukan
melalui auksin, dan efeknya timbul karena berkurangnya efektivitas auksin pada
keadaan cahaya yang terik. Sebagai contoh, tumbuhan yang tumbuh dalam gelap
atau cahaya yang lemah akan mempunyai batang yang panjang dengan ruas yang
lebih panjang dan lebih besar dari tumbuhan yang mendapat cahaya terang.
Demikian juga, dalam suatu tanaman dauan yang terluar yang mendapat cahaya
matahari penuh tinggal lebih kecil dari pada daun sebelah dalam yang
terlindung. Tumbuhan tembakau kadang- kadang dilindungi dari cahaya terik
dengan jaring untuk mendapatkan daun yang lebar.
Bila
tumbuhan berada lama dalam cahaya yang lemah, tumbuhan akan mengalami etiolasi,
yakni batangnya menjadi sangat panjang tanpa jaringan serabut penyongkong yang
cukup. Jika intensitas cahaya tidak naik kemtian akan terjadi. Sebaliknya,
penyinaran yang berlebihan akan menimbulkan tumbuhan yang kerdil dengan
perkembangan yang abnormal yang akhirnya berakhir dengan kematian.
Tumbuhan
memerlukan intensitas cahaya yang tertentu yang berbeda dari satu spesies
dengan spesies tumbuhan yang lain, untuk tumbuh dengan baik. Tumbuhan tertentu
seperti tomat, dan rumput- rumputan memerlukan cahaya matahari langsung dan
terang untuk perkembangan yang optimal. Pada tumbuhan itu, sintesa dari zat-
zat hidup meningkatnya berbanding lurus dengan meningkatnya intensitas
cahaya(sampai suatu batas tertentu). Sebaliknya tumbuhan lain seperti bangsa
perdu tumbuh secara optimal pada intensitas cahaya yang lebih rendah dan tumbuh
kerdil jika terkena cahaya matahari langsung terus- menerus. Sedang tumbuhan
lain seperti mawar tumbuh baik, baik pada cahaya terik maupun cahaya dengan
intensitas yang lebih rendah walaupun pertumbuhan dan berbunganya bisa dihambat
atau berhenti jika intensitas cahaya terlalu rendah.
2. Kualitas cahaya
Pada
intensitas cahaya yang tertentu, panjang gelombang cahaya yang berbeda
menimbulkan efek yang besar pada perkembangan tumbuhan. Sebagai contoh telah
ditunjukkan bahwa penyinaran pendek dengan cahaya merah sering menghambat
perpanjangan batang pada tumbuhan seperti kacang dan padi- padian. Tetapi
penghambatan ini bisa dikembalikan ke normal dan pertumbuhan batang bisa dipacu
dengan penyinaran “Farred” dari spectrum cahaya. Pada daun, penyinaran dengan
cahaya merah dan far red menghasilkan efek yang berlawanan; cahaya infra merah
menghambat perkembangan daun, sinar merah memperbaiki pengahambatan itu.
3. Panjangnya penyinaran
Respon
perkembangan tumbuhan terhadap bermacam- macam lama penyinaran disebut
photoperidositas. Perkembangan bunga tertutama sangat dipengaruhi oleh panjang
hari yang berbeda atau photoperiode. Berdasarkan photoperiode yang diperlukan
untuk berbunga, dapat dibedakan menjadi 3 jenis tumbuhan.
Dalam
tumbuhan hari pendek (short day plant) bunga berkembang jika tumbuhan
mendapatkan penyinaran kurang dari 12 jam perhari. Aster, strawberry, krisan,
padi adalah diantara tumbuhan yang termasuk dalam jenis ini.
Pada
tumbuhan hari panjang berkembang hanya jika photoperiode tiap hari adalah lebih
dari 12 jam. Sebagai contohnya, termasuk gandum, clover, wortel, dan selada.
Group
yang ketiga tidak dipengaruhi oleh lama penyinaran. Group yang termasuk dalam
tumbuhan de minate menghasilkan bunga tanpa memandang lama penyinaran matahari
setiap hari. Tumbuhan yang termasuk adalah tomat, mentimun, kapas, dan bunga
matahari.
Tumbuhan
hari pendek gagal berbunga atau berbunganya dihambat daan sangat berkurang jika
mendapat lama penyinaran matahari yang panjang. Sebaliknya tumbuhan hari
panjang lambat berbunga atau tidak berbunga sama sekali jika mendapat
penyinaran yang pendek. Seringkali penyinaran yang singkat pada panjang
penyinaran yang sesuai diperlukan untuk mendorong tumbuhan itu berbunga. Dalam
hal ini spesies yang berbeda menunjukkan kebutuhan yang berbeda.
B. Fitokorm
1. Pengertian Fitokrom
Fitokrom adalah reseptor cahaya, suatu
pigmen yang digunakan oleh tumbuhan untuk mencerap (mendeteksi) cahaya. Sebagai
sensor, ia terangsang oleh cahaya merah dan infra merah. Infra merah bukanlah
bagian dari cahaya tampak oleh mata manusia namun memiliki panjang gelombang
yang lebih besar daripada merah.
Fitokrom ditemukan pada semua tumbuhan.
Molekul yang serupa juga ditemukan pada bakteri. Tumbuhan menggunakan fitokrom
untuk mengatur beberapa aspek fisiologi adaptasi terhadap lingkungan, seperti
fotoperiodisme (pengaturan saat berbunga pada tumbuhan), perkecambahan,
pemanjangan dan pertumbuhan kecambah (khususnya pada dikotil), morfologi daun,
pemanjangan ruas batang, serta pembuatan (sintesis) klorofil.
Secara struktur kimia, bagian sensor
fitokrom adalah suatu kromofor dari kelompok bilin (jadi disebut fitokromobilin),
yang masih sekeluarga dengan klorofil atau hemoglobin (kesemuanya memiliki
kerangka heme). Kromofor ini dilindungi atau diikat oleh apoprotein, yang juga
berpengaruh terhadap kinerja bagian sensor. Kromofor dan apoprotein inilah yang
bersama-sama disebut sebagai fitokrom.
2. Peranan Fitokorm
Peranan fitokrom dalam fotoperiodisme mungkin untuk menyelaraskan
waktu dengan lingkungan dengan memberitahukan kapan matahari terbenam dan
terbit. Jika kebutuhan fotoperioodik untuk pembungaan telah dipenuhi, jam
tersebut akan memicu beberapa jenis alarm yang menyebabkan daun mengirimkan
suatu stimulus (kemungkinan suatu hormone) perbungaan ke tunas. Panjang malam
diukur dengan sangat tepat, beberapa tumbuhan hari pendek tidak akan berbunga
jika malam lebih pendek satu menit sekalipun dibandingkan dengan panajang
kritisnya. Beberapa spesies tumbuhan selalu berbunga pada hari yang sama setiap
tahun. Menurut hipotesis yag dijelaskan disini, tumbuhan memberitahukan musim
pada tahun tersebut dengan menggunakan jam, yang nyatanya dikendalikan oleh
fitokrom untuk mengikuti fotoperiode.
C. Vernalisasi
Beberapa tumbuhan sebelum ditanam perlu mengalami perlakuan suhu rendah
agar dapat berbunga. Peningkatan perbungaan dengan suhu rendah ini disebut Vernalisasi. Lokasi respon suhu rendah
adalah tunas, mungkin meristem. Organ yang mengalami respon vernalisasi adalah
biji, akar, embrio, pucuk batang.
Perbungaan terjadi bila tunas diberikan suhu rendah. Apabila daun
tumbuhan yang memerlukan vernalisasi mendapat perlakuan pendinginan, sedangkan
pada bagian pucuknya batangnya dihangatkan, maka tumbuhan tidak akan berbunga.
Vernalisasi dapat balik apabila setelah perlakuan vernalisasi tanaman dipajan
pada suhu tinggi menyebabkan tumbuhan tidak berbunga. Fenomena ini disebut Devernalisasi.
Pada
tahun 1920-an, para ahli sains dari Departemen Pertanian A.S. yang melakukan
penelitian di Beltsville, Maryland mulai meneliti aktivitas pembungaan pada
tumbuhan. Mereka mulai menyadari bahwa pembungaan dimulai oleh panjang siang.
Setelah menanam tumbuhan dalam rumah tanaman, tempat fotokalanya dapat diubah
secara buatan, mereka membuat kesimpulan bahwa tumbuhan dapat dibagi menjadi
tiga kumpulan :
1.
Tumbuhan pendek siang- berbunga apabila fotokalanya lebih
pendek daripada panjang genting. (Contoh yang baik ialah pohon cocklebur, pohon
merah (poinsetia, kekwa).
2.
Tumbuhan panjang siang- berbunga apabila fotokalanya lebih
panjang daripada suatu panjang genting. (Contoh yang baik ialah gandum, barli,
bunga cengkih, bayam).
3.
Tumbuhan netral siang- pembungaan tidak bergantung kepada
suatu fotokala. (Contoh yang baik ialah tomat dan timun).
Vernalisasi
merupakan induksi pendinginan yang diperlukan oleh tumbuhan sebelum mulai
perbungaan. Vernalisasi sebenarnya tidak khusus untuk perbungaan, tetapi
diperlukan pula oleh biji-biji tumbuhan tertentu sebelum perkecambahan. Respon
terhadap suhu dingin ini bersifat kualitatif (mutlak), yaitu pembungaan akan
terjadi atau pembungaan tidak akan terjadi. Lamanya periode dingin haruslah
beberapa hari sampai beberapa minggu, tergantung sepesiesnya. Spesies semusim
pada musim dingin, dua tahunan, dan banyak spesies tahunan dari daerah beriklim
sedang yang membutuhkan vernalisasi semacam itu agar berbunga. Biji, umbi, dan
kuncup banyak spesies tanaman di daerah beriklim sedang membutuhkan
stratifikasi (beberapa minggu diletakkan dalam penyimpanan yang dingin dan
lembab) untuk mematahkan dormansi. Jadi vernalisasi secara harfiah berarti
membuat suatu keadaan tumbuhan seperti musim semi, yaitu menggalakkan pembungaan
sebagai respon terhadap hari-hari yang panjang selama musim semi.
Seterusnya
kita harus mengambil perhatian bahwa suatu tumbuhan panjang siang dan pendek
siang dapat mempunyai panjang hari genting yang sama. Bayam merupakan suatu
tumbuhan panjang siang yang mempunyai panjang genting selama empat belas jam,
rumput reja merupakan suatu tumbuhan pendek siang dan mempunyai panjang genting
yang sama. Walau bagaimanapun, bayam hanya berbunga pada musim panas apabila
panjang siang meningkat sehingga empat belas jam atau lebih, dan rumput reja
berbunga pada musim gugur apabila panjang siangnya berkurang hingga empat belas
jam atau kurang. (Rumput reja harus menjadi matang sebelum dapat berbunga,
sebab itulah tumbuhan ini tidak berbunga pada musim bunga walaupun panjang
siangnya kurang daripada empat belas jam).
Pada
tahun 1938, K. C. Hammer dan J. Bonner memulai eksperimen dengan panjang siang
dan malam buatan yang tidak perlu sama dengan suatu normal, yaitu siang dua
puluh empat jam. Mereka kemudian berpendapat bahwa cocklebur yang merupaka
tumbuhan pendek siang akan berbunga pada waktu gelapnya berterusan selama
delapan setengah jam, tanpa memperkirakan panjang waktu siang. Selanjutnya,
jika waktu gelap ini diganggu untuk seketika oleh pancaran cahaya, maka pohon
cocklebur tidak akan berbunga. ( Mengganggu panjang waktu penyinaran dengan
kegelapan tidak memiliki arti ). Keputusan yang sama juga telah diperoleh bagi
tumbuhan panjang siang. Tumbuhan tersebut memerlukan suatu waktu gelap yang
lebih pendek daripada suatu panjang genting tanpa memperhitungkan panjang waktu
pencahayaan. Walau bagaimanapun, jika suatu malam yang lebih panjang dari
panjang genting diganggu oleh suatu pancaran cahaya yang sekejap, maka tumbuhan
siang panjang akan berbunga. Dengan demikian, dapatlah dibuat kesimpulan bahwa
panjang waktu gelap yang mengakibatkan pembungaan, bukannya panjang waktu
pencahayaan. Dalam keadaan alami, jelaslah siang yang lebih pendek senantiasa
berfungsi dengan malam yang lebih panjang, dan begitulah sebaliknya.
1. Letak Vernalisasi
Bukti-bukti
bahwa rangsangan dingin dihasilkan di dalam meristem atau kuncup dan bukan
didalam daun diperoleh dari empat fenomena:
a. Biji yang telah mengalami imbibisi
mudah divernalisasi
b. Pengenaan suhu dingin hanya pada
daun, akar, atau batang tidak efektif
c.
Biji yang sedang berkembang pada tanaman induk dapat dan
seringkali sudah tervernalisasi apabila tepat pada waktu suhu dingin
berlangsung sebelum biji menjadi kering
d.
Tanaman yang ditanam dari kuncup liar suatu daun yang sudah tervernalisasi
telah tergalakkan untuk berbunga.
2. Hilangnya Vernalisasi
Vernalisasi
pada biji dapat dinolkan dengan pengenaan kondisi yang parah, seperti
kekeringan atau temperatur tinggi (30-35̊C) selama periode beberapa hari.
Pada percobaan yang dilakukan oleh Lysenko di Uni soviet, mengenai biji
serealia musim dingin yang divernalisasi dan dipertahankan biji dalam keadaan
kering menyebabkan proses devernalisasi (penghilangan vernalisasi). Percobaan
yang dilakukan Lysenko itu tidak berlaku di mana saja, mungkin karena telah
tersedia kultivar tipe musim semi yang teradaptasi.
Vernalisasi
pada rumput-rumputan tahunan tertentu, ternyata lebih kompleks, selain dingin,
juga diperlukan beberapa fotoperiode pendek. Contohnya pada rumput orchard,
penggalakan pembungaan terjadi secara alamiah, dan diperlukan suhu ingin
untuk menggalakkan pembungaan pada spesies-spesies tersebut.
3. Organ Penerima Rangsangan Vernalisasi
Organ
tumbuhan yang dapat menerima rangsangan vernalisasi sangat bervariasi yaitu
biji, akar, embrio, pucuk batang. Apabila daun tumbuhan yang memerlukan
vernalisasi mendapat perlakuan dingin, sedangkan bagian pucuk batangnya
dihangatkan, maka tumbuhan tidak akan berbunga (tidak terjadi vernalisasi).
Vernalisasi
merupakan suatu proses yang kompleks yang terdiri dari beberapa proses. Pada Secale
cereale, vernalisasi pada tanaman ini terjadi di dalam biji dan semua
jaringan yang dihasilkannya berasal dari meristem yang tervernalisasi. Pada
Chrysantheum, vernalisasi hanya dapat terjadi pada meristemnya.
Zat
yang bertanggung jawab dalam meneruskan rangsangan vernalisasi disebut
vernalin, yaitu suatu hormon hipotesis karena sampai saat ini belum pernah
diisolasi. Di dalam hal perbungaan GA dapat mengganti fungsi vernalin, meskipun
GA tidak sama dengan vernalin.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Fotoperodisme adalah respon tumbuhan terhadap
lamanya penyinaran (panjang pendeknya hari) yang dapat merangsang pembungaan. Berdasarkan
panjang hari, tumbuhan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
1.
Tumbuhan hari pendek, tumbuhan yang berbunga jika terkena
penyinaran kurang dari 12 jam sehari. Tumbuhan hari pendek contohnya krisan,
jagung, kedelai, anggrek, dan bunga matahari.
2.
Tumbuhan hari panjang, tumbuhan yang berbunga jika terkena
penyinaran lebih dari 12 jam (14 – 16 jam) sehari. Tumbuhan hari panjang,
contohnya kembang sepatu, bit gula, selada, dan tembakau.
3.
Tumbuhan hari sedang, tumbuhan yang berbunga jika terkena
penyinaran kira-kira 12 jam sehari. Tumbuhan hari sedang contohnya kacang dan
tebu.
4.
Tumbuhan hari netral, tumbuhan yang tidak responsif terhadap
panjang hari untuk pembungaannya. Tumbuhan hari netral contohnya mentimun,
padi, wortel liar, dan kapas.
Fitokrom
adalah reseptor cahaya, suatu pigmen yang digunakan oleh tumbuhan untuk
mencerap (mendeteksi) cahaya. Sebagai sensor, ia terangsang oleh cahaya merah
dan infra merah, cahaya infra merah memiliki panjang gelombang yang lebih besar
dari pada cahaya merah. Fitokrom ditemukan pada semua tumbuhan.
Beberapa tumbuhan sebelum ditanam perlu mengalami perlakuan suhu rendah
agar dapat berbunga. Peningkatan perbungaan dengan suhu rendah ini disebut Vernalisasi. Vernalisasi tanaman
dipajan pada suhu tinggi menyebabkan tumbuhan tidak berbunga. Fenomena ini
disebut Devernalisasi.
B. Kritik dan Saran
Tiada kesempurnaan di dunia ini, kami
sangat mengharapkan kritik maupun saran dari makalah ini tujuannya hanyalah
demi kesempurnaan. Dan semoga makalah yang telah kami susun bermanfaat bagi
kita semua, Amien.
DAFTAR
PUSTAKA
Campbell, Neil A., Biologi Edisi Kelima Jilid 1, Jakarta:
Erlangga, 2003.
Dwijoseputro, D., Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Jakarta: PT Gramedia, 1987.
Fried,
George, dkk, Biologi Edisi Kedua,
Jakarta: Erlangga,1999.
Gardner, dkk., Fisiologi Tanaman Budidaya, Jakarta:
Universitas Indonesia, 1991.
Kimball, John.W., Biologi Edisi Kelima Jilid 2, Jakarta:
Erlangga, 1992.
Phillip E. Pack., CliffsAp Biologi Edisi Kedua, Newyork;
Wiley Publishing Inc, 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar